Mendorong Infrastruktur Indonesia di Era Prabowo

Rabu, 13 Agustus 2025 | 11:15:28 WIB
Mendorong Infrastruktur Indonesia di Era Prabowo

JAKARTA - Di tengah gejolak ekonomi global yang semakin terasa lambat, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pembangunan infrastrukturnya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang menurun drastis menjadi tanda jelas bahwa kondisi ketidakpastian akan terus berlangsung, dipicu oleh konflik geopolitik, krisis iklim, dan perubahan teknologi yang cepat. Dalam situasi yang tidak mudah ini, Indonesia harus mampu menjaga momentum pembangunan agar tidak terhenti.

Bagi Indonesia, pembangunan infrastruktur tetap menjadi pilar utama dalam agenda nasional, terutama di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menjadikan Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai fokus utama. Namun, tantangan terberat saat ini bukan hanya soal membangun fisik jalan, jembatan, atau gedung, melainkan bagaimana mengatur anggaran yang semakin ketat dan memastikan setiap rupiah memberikan manfaat maksimal.

Kondisi fiskal yang terbatas membuat pemerintah daerah di berbagai wilayah mengalami dilema. Mereka harus memilih antara menahan pengeluaran demi memenuhi instruksi efisiensi anggaran atau menunda kebutuhan mendesak masyarakat, seperti perbaikan jalan, penyediaan air bersih, dan fasilitas pendidikan. Pilihan ini bukan perkara mudah karena kebutuhan dasar masyarakat harus tetap dipenuhi demi meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas.

Paradigma Baru dalam Proyek Strategis Nasional

Dalam International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan betapa besar kebutuhan investasi infrastruktur nasional yang harus dipenuhi. Total kebutuhan investasi mencapai sekitar 625 miliar dolar AS atau setara dengan Rp10.146 triliun untuk periode 2025–2026. Namun, dukungan fiskal dari APBN hanya bisa menutupi 23 persen dan APBD hanya 17 persen dari jumlah tersebut. Ini berarti pemerintah pusat dan daerah hanya mampu membiayai sekitar 40 persen dari total kebutuhan, sehingga keterlibatan sektor swasta menjadi kunci utama.

Berbeda dengan era sebelumnya, orientasi PSN di masa pemerintahan Prabowo Subianto kini lebih luas dan menekankan pembangunan infrastruktur sosial yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Dari 77 PSN yang tercatat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, sebanyak 29 proyek baru dimulai, sementara sisanya merupakan kelanjutan dari proyek terdahulu. Fokusnya kini bukan hanya pada infrastruktur fisik, tetapi juga pada program-program sosial seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat, dan Koperasi Desa Merah Putih.

Megaproyek Sosial dan Tantangannya

Beberapa proyek sosial ini menghabiskan anggaran yang sangat besar. Program MBG, misalnya, mengalokasikan dana sekitar Rp121 triliun dan diperkirakan bisa melonjak hingga Rp300 triliun. Program lainnya seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk perumahan rakyat memerlukan Rp41,88 triliun, sementara Koperasi Merah Putih menuntut anggaran sebesar Rp200 triliun. Program pendidikan seperti Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggul Garuda juga menyerap dana sekitar Rp13,6 triliun.

Jumlah anggaran yang besar ini menunjukkan perubahan paradigma pembangunan nasional menuju pembangunan yang lebih sosial. Namun, perubahan tersebut belum diiringi dengan reformasi fiskal yang solid dan sinergi perencanaan antara pemerintah pusat dan daerah. Padahal, infrastruktur fisik masih menjadi kebutuhan utama di banyak daerah, terutama yang belum berkembang.

Ketimpangan kapasitas fiskal antar daerah masih menjadi masalah besar. Banyak pemerintah daerah yang bahkan kesulitan membayar gaji pegawai tanpa bantuan pusat, sementara sebagian besar APBD mereka habis untuk belanja rutin pegawai. Ini menciptakan paradoks di mana belanja daerah menjadi seremonial ketimbang instrumen pembangunan strategis yang berdampak jangka panjang.

Pelajaran dari Masa Lalu dan Harapan Baru

Pemerintahan sebelumnya telah melakukan ekspansi besar-besaran dalam pembangunan infrastruktur, dengan 233 PSN yang bernilai Rp6.246 triliun. Jika dijalankan dengan baik, pembangunan ini dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, kenyataannya tidak selalu sesuai rencana.

Salah satu contoh kegagalan perencanaan adalah proyek Bandara Kertajati yang menghabiskan biaya Rp2,6 triliun. Proyeksi pengguna bandara ini seharusnya mencapai 29 juta penumpang per tahun pada 2032, namun hingga kini bandara tersebut mengalami underutilization dan sepi peminat. Kondisi ini menjadi peringatan bahwa tanpa keterlibatan publik dan perencanaan matang, proyek besar bisa gagal mencapai tujuan.

Harmonisasi dan Perencanaan yang Terintegrasi

Untuk menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai alat pemerataan dan transformasi struktural, harmonisasi perencanaan pusat dan daerah sangat penting. Rencana pembangunan daerah yang hanya formalitas tanpa kualitas nyata akan menghambat pencapaian tujuan nasional.

Penting bagi kepala daerah untuk mengadopsi paradigma teknokratis berbasis data, rasional, dan evidence-based dalam menyusun agenda pembangunan. Pemerintah pusat pun harus memastikan PSN yang dijalankan sesuai kebutuhan nyata masyarakat dan bukan sekadar proyek besar tanpa arah yang jelas.

Strategi Pembiayaan yang Berkelanjutan

Kondisi fiskal yang terbatas membuat pembiayaan pembangunan infrastruktur tidak lagi dapat mengandalkan anggaran pemerintah semata. Pendekatan diversifikasi pembiayaan, termasuk kemitraan publik-swasta (PPP), obligasi infrastruktur, dan investasi asing langsung, menjadi solusi yang tak terelakkan.

Namun, membuka ruang bagi sektor swasta bukan hanya soal regulasi dan insentif fiskal. Kunci utama adalah membangun tata kelola yang kredibel, transparan, dan akuntabel. Investor akan ragu berinvestasi jika birokrasi masih diwarnai korupsi, perizinan berbelit, dan ketidakpastian regulasi.

Infrastruktur sebagai Instrumen Transformasi

Pembangunan infrastruktur bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga tentang transformasi institusional. Tanpa reformasi tata kelola dan pemberantasan korupsi, Indonesia berisiko kehilangan kepercayaan investor dan momentum percepatan pembangunan.

Jika hal ini tidak diatasi, pembangunan besar-besaran hanya akan berakhir sia-sia, tanpa dampak signifikan bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nasional.

Dengan pendekatan strategis dan kerja sama erat antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta, Indonesia dapat mewujudkan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan inklusif di era Prabowo Subianto.

Terkini