JAKARTA - Kondisi pasar modal domestik mendapat suntikan energi baru setelah Bank Indonesia mengambil langkah pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin. Keputusan BI untuk menurunkan BI Rate ke level 5,25 persen pada Rabu, 16 Juli 2025, tidak hanya disambut baik oleh pelaku usaha dan sektor riil, tetapi juga membawa euforia di lantai bursa.
Respons pasar terhadap langkah ini tergambar jelas dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berhasil menguat 0,72 persen dan ditutup di level 7.192. Kenaikan ini menjadi sinyal positif awal yang bisa menjadi pijakan untuk tren penguatan lanjutan dalam waktu dekat.
Hendra Wardana, analis pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id, menilai bahwa peluang penguatan IHSG masih terbuka lebar. Ia menyebut bahwa tren penguatan ini bisa mendorong IHSG bergerak menuju rentang target 7.350 hingga 7.500 dalam waktu dekat.
- Baca Juga KPR Rumah Murah Diminati Ribuan Pekerja
“Apalagi didukung oleh penguatan saham-saham big caps perbankan dan antusiasme terhadap saham-saham IPO seperti CDIA dan COIN yang kembali mencetak ARA,” jelas Hendra dalam riset yang dirilis Kamis, 17 Juli 2025.
Sentimen Eksternal Jadi Tambahan Pendorong
Selain dorongan dari sisi kebijakan moneter dalam negeri, faktor eksternal juga turut memperkuat optimisme pasar. Hendra menyoroti adanya pengumuman terkait tarif ekspor Amerika Serikat terhadap Indonesia yang mencapai 19 persen, yang justru dianggap sebagai kabar baik oleh pelaku pasar.
Ia menyebut bahwa kebijakan tersebut memberi peluang lebih besar bagi produk Indonesia untuk bersaing di pasar global. Potensi peningkatan daya saing ini dianggap akan memberikan dampak positif, terutama pada sektor agrikultur, manufaktur, dan perikanan yang dinilai akan lebih menarik perhatian investor dalam beberapa waktu ke depan.
Sektor Perbankan Jadi Sorotan Utama
Dari semua sektor yang terpengaruh langsung oleh penurunan suku bunga acuan, perbankan menjadi yang paling diuntungkan. Menurut Hendra, keputusan BI ini merupakan katalis positif bagi beberapa saham bank besar yang berpotensi mengalami lonjakan permintaan kredit serta peningkatan margin keuntungan.
Ia menyebutkan beberapa nama emiten yang bisa menjadi sorotan utama dalam waktu dekat, yaitu PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
“Saham BBRI misalnya, berpotensi melanjutkan penguatan menuju level psikologis 4.000 seiring meningkatnya aktivitas pinjaman UMKM dan optimisme pasar atas kinerja semester II 2025,” pungkas Hendra, yang melihat potensi pertumbuhan kredit dari segmen mikro tetap kuat.
Efek Luas untuk Dunia Usaha dan Pasar Modal
Di sisi lain, Stockbit Sekuritas menyoroti bahwa keputusan pemangkasan BI Rate merupakan langkah strategis yang menunjukkan sikap akomodatif dari bank sentral dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan inflasi yang masih dalam kisaran target dan tekanan eksternal yang relatif terkendali, langkah BI dipandang sebagai upaya memberikan stimulus tambahan agar dunia usaha mendapat napas panjang untuk mendorong ekspansi.
Sektor-sektor yang selama ini sensitif terhadap suku bunga rendah, seperti properti, infrastruktur, dan konsumsi, diperkirakan menjadi yang paling cepat merespons kebijakan ini. Kemudahan akses pendanaan akan mendorong pelaku usaha untuk mengoptimalkan peluang pertumbuhan terutama memasuki paruh kedua tahun 2025.
Pasar Obligasi dan Saham Kompak Respon Positif
Kebijakan pelonggaran moneter ini juga tercermin dalam pergerakan pasar obligasi. Dengan ekspektasi tren penurunan yield, investor mulai mengincar potensi capital gain dari surat utang, khususnya yang berjangka menengah dan panjang.
Fenomena ini membuka ruang strategi portofolio yang lebih fleksibel, dengan potensi imbal hasil yang lebih tinggi seiring dengan tren penurunan biaya dana.
Sementara itu, bagi investor saham, arah kebijakan suku bunga ini menjadi sinyal kuat untuk memantau sektor-sektor yang diuntungkan dari biaya pinjaman yang lebih rendah. Saham-saham yang memiliki eksposur kuat terhadap konsumsi dan ekspansi kredit, seperti bank dan ritel, masuk dalam radar investor.
Langkah BI Picu Optimisme Jangka Pendek dan Menengah
Dengan latar belakang sentimen positif yang menyeluruh, penurunan BI Rate pada pertengahan Juli ini tidak hanya memicu respons instan di pasar saham, tetapi juga memperkuat prospek pertumbuhan ekonomi nasional secara umum. Dunia usaha kini punya ruang lebih luas untuk melakukan pembiayaan murah, sementara sektor keuangan mendapatkan dorongan dari peningkatan aktivitas ekonomi.
Kondisi ini memberi sinyal bahwa BI siap mendukung pemulihan ekonomi berkelanjutan melalui pelonggaran moneter yang tepat waktu. Dengan pendekatan yang hati-hati namun proaktif, kebijakan BI dipandang mampu menyeimbangkan risiko global dan kebutuhan domestik secara bersamaan.
Bagi investor, momen ini bisa menjadi awal dari rotasi sektor dan pengalihan strategi investasi yang lebih agresif, terutama dengan memperhatikan saham-saham berfundamental kuat yang akan diuntungkan oleh tren suku bunga rendah.