Lima Strategi Pajak Kemenkeu Hadapi Tantangan Ekonomi Global

Kamis, 17 Juli 2025 | 13:57:08 WIB
Lima Strategi Pajak Kemenkeu Hadapi Tantangan Ekonomi Global

JAKARTA - Tekanan ekonomi global tak lagi bisa diabaikan dalam penyusunan kebijakan fiskal suatu negara. Ketegangan geopolitik, perang dagang antarnegara besar, dan arus proteksionisme yang terus menguat menjadi tantangan nyata yang perlu dijawab dengan strategi cerdas, sistematis, dan adaptif. Menanggapi situasi ini, Kementerian Keuangan Indonesia menyiapkan lima strategi utama untuk memperkuat sistem perpajakan nasional.

Langkah-langkah ini tidak hanya dimaksudkan untuk menjaga stabilitas fiskal, tetapi juga memastikan keadilan, transparansi, dan efektivitas penerimaan negara di tengah dinamika global yang bergerak cepat. Dalam forum internasional yang membahas kebijakan pajak kawasan Asia-Pasifik, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memaparkan pendekatan yang sedang dijalankan pemerintah dalam menata kembali sistem perpajakan Indonesia.

Strategi pertama yang dikedepankan adalah optimalisasi program bersama (joint program) untuk pertukaran data lintas institusi. Program ini mencakup kolaborasi antara berbagai unit eselon I di internal Kementerian Keuangan, seperti Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Jenderal Anggaran. Selain itu, upaya ini juga diperluas melalui kerja sama dengan kementerian lain yang memiliki peran penting dalam bidang ekonomi dan investasi.

“Kami baru memulai tahun ini dan kami ingin memperluasnya. Saya pikir kita punya ide untuk mengintegrasikan semua informasi bersama-sama sehingga dapat melihat di mana letak transaksi untuk memberikan kebijakan pajak yang adil dan transparan,” jelas Anggito.

Dengan pertukaran data yang semakin terintegrasi, Kementerian Keuangan berharap dapat mengidentifikasi potensi penerimaan secara lebih tepat dan menyusun kebijakan pajak berbasis data yang akurat.

Strategi kedua berfokus pada penguatan pengawasan terhadap transaksi digital, baik di dalam negeri maupun lintas batas. Kegiatan ekonomi yang semakin terdigitalisasi menuntut aparat pajak untuk ikut bertransformasi. Pemerintah pun merespons dengan menerbitkan regulasi baru, yakni PMK 37/2025, yang menjadi dasar hukum penunjukan penyedia layanan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto pedagang (merchant) di platform tersebut.

Langkah ini dinilai penting untuk menjaga level playing field antara pelaku usaha digital dan konvensional, sekaligus memastikan kontribusi sektor digital terhadap penerimaan negara.

Strategi ketiga diarahkan pada penyesuaian kebijakan tarif bea masuk dan perluasan objek cukai. Tujuannya tidak hanya sebatas pada peningkatan penerimaan negara, melainkan juga mendukung agenda hilirisasi industri nasional serta menciptakan dampak positif terhadap kesehatan dan lingkungan.

"Itulah sebabnya kami memperkenalkan banyak solusi perdagangan dan hilirisasi industri. Kita dapat menggunakan berbagai jenis instrumen pajak, bea dan cukai, untuk mencapai berbagai tujuan ekonomi," ujar Anggito.

Penyesuaian tarif bea masuk dan perluasan cukai ini diharapkan menjadi instrumen multifungsi yang tidak hanya mengendalikan konsumsi dan impor, tetapi juga melindungi kepentingan industri dalam negeri serta menjaga keseimbangan fiskal.

Strategi keempat yang menjadi perhatian Kementerian Keuangan adalah optimalisasi penerimaan dari sektor sumber daya alam. Sesuai dengan arahan Presiden Prabowo, pemerintah menegaskan bahwa para pelaku usaha yang mengeksplorasi dan mengekstraksi sumber daya alam di Indonesia harus memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian nasional.

Langkah ini menjadi bentuk komitmen pemerintah dalam memastikan keadilan distribusi manfaat atas kekayaan alam, sekaligus memperkuat posisi fiskal negara dari sektor yang selama ini menjadi salah satu sumber utama penerimaan.

Strategi kelima melibatkan pengembangan sistem inti perpajakan dan kepabeanan melalui integrasi tiga sistem utama, yakni coretax system, CEISA (Indonesia National Single Window for Customs), dan SIMBARA (Sistem Informasi Mineral dan Batubara). Sistem-sistem ini dikembangkan untuk mendukung transparansi, integrasi data, dan peningkatan kepatuhan wajib pajak.

"Ini untuk meningkatkan kepatuhan, integrasi data, transparansi, dan memperkuat administrasi perpajakan dan bea cukai," tambah Anggito.

Dengan pengembangan sistem teknologi informasi yang mumpuni, pemerintah berharap pelayanan perpajakan menjadi lebih efisien dan berbasis digital, sekaligus meminimalisasi celah kebocoran penerimaan negara.

Kelima strategi ini disusun secara menyeluruh sebagai respons terhadap perubahan lanskap ekonomi global yang cepat dan penuh ketidakpastian. Pemerintah menyadari bahwa sistem perpajakan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adaptasi dan inovasi, terutama ketika dunia menghadapi tantangan ekonomi lintas negara.

Melalui pendekatan ini, Kementerian Keuangan berharap sistem pajak nasional mampu mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, menciptakan ruang fiskal yang sehat, dan tetap menjaga keadilan sosial dalam distribusi beban pajak.

Sinergi antarinstansi, penguatan data, serta peningkatan kualitas regulasi menjadi modal utama dalam mewujudkan sistem perpajakan yang modern, responsif, dan inklusif.

Terkini

HP OPPO Rp2 Jutaan Spek Mumpuni

Sabtu, 19 Juli 2025 | 12:24:21 WIB

5 Alasan Pilih Samsung Galaxy S FE Sekarang Juga

Sabtu, 19 Juli 2025 | 12:26:39 WIB

HP OPPO Rp2 Jutaan, Speknya Ngebut

Sabtu, 19 Juli 2025 | 12:29:31 WIB

Harga HP Xiaomi Juli 2025 Terbaru

Sabtu, 19 Juli 2025 | 12:32:38 WIB

Peran Pendidikan bagi Masa Depan

Sabtu, 19 Juli 2025 | 12:35:41 WIB