
JAKARTA - Perubahan iklim dan pemanasan global semakin sering memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Wilayah Jabodetabek mengalami banjir besar dengan ketinggian air mencapai 4 meter yang merendam kawasan perumahan.
Selain curah hujan ekstrem, penyebab utama banjir adalah perubahan tata ruang, penyempitan jalur sungai, dan minimnya kolam retensi sebagai penyangga air di kawasan hunian.
Fungsi dan Manfaat Kolam Retensi
Baca Juga
Kolam retensi merupakan kolam buatan yang menggantikan fungsi lahan resapan. Kolam ini menampung air hujan langsung maupun aliran drainase untuk kemudian diserap ke tanah. Selain berfungsi sebagai resapan, kolam retensi juga membantu menjernihkan air sebelum dialirkan ke waduk. Ukurannya yang kecil membuat kolam ini efektif sebagai penampung air sementara dan mendukung distribusi air yang lebih baik.
Pengembang Kurang Perhatikan Kolam Retensi
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menilai masih banyak pengembang yang menganggap kolam retensi tidak penting sehingga enggan membangunnya.
“Karena dianggap enggak penting dan tidak dibangun, maka pembuangnya ke sistem drainase,” ujarnya, Senin, 16 Juni 2025. Ia menambahkan, kapasitas drainase internal kawasan perumahan dan sistem drainase eksternal tidak pernah diperhitungkan dengan baik oleh pengembang.
“Pengembang sering menghabiskan lahan tanpa menyediakan ruang resapan,” lanjut Yayat. Bahkan jika kolam retensi dibangun, kapasitasnya kerap kecil dan dianggap menghilangkan potensi lahan komersial.
Idealnya 10% Lahan untuk Kolam Retensi
Menurut Yayat, idealnya pengembang mengalokasikan sekitar 10% dari total lahan untuk kolam retensi. Namun kenyataannya, kolam retensi sering dibuat di ruang tersisa yang tidak terpakai.
“Kolam retensi harus menjadi bagian tak terpisahkan dari konsep ruang terbuka hijau,” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa pengembang kurang memperhatikan perubahan cuaca ekstrem yang sering menimbulkan genangan air.
“Korban banjir biasanya kawasan di luar perumahan, karena kawasan hunian biasanya sudah dilindungi sistem pengamanan,” tambah Yayat.
Kolam Retensi Efektif Kendalikan Debit Puncak Air
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, menjelaskan bahwa konversi lahan alami menjadi lahan terbangun mengurangi daya resap air. “Pemakaian kolam retensi dapat mengendalikan debit puncak air dan menekan puncak banjir yang seharusnya terjadi,” ujarnya.
Menurut Nirwono, kolam retensi tidak hanya berfungsi sebagai pengendali banjir, tapi juga konservasi air dan menjaga kualitas air tanah. “Kolam retensi adalah alternatif unggulan dalam penanganan banjir dengan tingkat kehandalan tinggi,” katanya.
Ia menambahkan, idealnya diperlukan lahan sekitar seperempat hektare untuk membangun kolam retensi yang efektif. “Ini harus jadi persyaratan wajib bagi developer perumahan,” tegas Nirwono.
Penentuan Lokasi Kolam Retensi Harus Sesuai Aliran Air
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Perencana (IAP), Adriadi Dimastanto, menekankan pentingnya memahami aliran air alami sebelum menentukan lokasi kolam retensi.
“Harus diketahui flow natural air dari mana ke mana, lalu menentukan daerah rendah yang bisa menjadi area tangkapan air,” jelasnya. Adriadi mengingatkan, pembangunan kolam retensi harus di titik tepat agar mampu menangkap aliran air dari hulu ke hilir dan mengurangi debit yang menuju hilir.
Ia juga menekankan perlunya ruang terbuka biru selain ruang hijau agar limpasan air berkurang dan banjir bisa dicegah. “Kalau tiap pengembangan bisa mengurangi limpasan sampai hampir nol, itu akan sangat membantu mengurangi risiko banjir kota secara keseluruhan,” ujarnya.
Kolam Retensi Berpotensi Jadi Ruang Publik dan Nilai Ekonomi
Adriadi juga menyampaikan kolam retensi yang luas bisa menjadi ruang sosial baru, seperti taman dan area publik yang estetis, sekaligus menurunkan suhu mikro karena penguapan air.
“Ruang terbuka biru ini penting tidak hanya dari sisi lingkungan tapi juga sosial dan ekonomi, karena bisa meningkatkan daya tarik kawasan dan aktivitas ekonomi seperti kuliner,” katanya.
Kolam Retensi dan Drainase Penting di Wilayah Curah Hujan Tinggi
CEO Leads Property Services Indonesia, Hendra Hartono, menyatakan kolam retensi dan drainase sangat penting di wilayah tropis seperti Jabodetabek yang memiliki curah hujan tinggi dan banyak sungai rawan luapan.
“Kolam retensi bisa mencegah luapan banjir sekaligus menjadi daya tarik hunian dengan view danau yang asri,” ujarnya. Ia juga menambahkan, drainase yang baik diperlukan agar aliran air dapat berjalan lancar.
Hendra menjelaskan, banjir dapat menurunkan nilai properti hingga 10%-20%, tergantung cepatnya penanganan kolam retensi dan drainase oleh pengembang.
Penerapan Konsep Berkelanjutan di Kawasan Perumahan
Direktur Paramount Land, Norman Daulay, menegaskan pentingnya pembangunan berkelanjutan di tengah perubahan iklim. Kawasan Paramount Petals di Curug, Tangerang, dirancang dengan 15% area hijau dan danau buatan seluas 1,8 hektare sebagai kolam retensi.
“Kami bekerja sama dengan konsultan dari Singapura untuk merancang danau yang menampung air saat musim hujan dan menjadi taman kering saat kemarau,” ujar Norman. “Konsep kawasan ini mengedepankan healthy dan green living lengkap dengan fasilitas pejalan kaki, jogging track, dan jalur sepeda.”
Kolam retensi merupakan elemen penting dalam mencegah banjir dan mengelola air hujan di kawasan perumahan, terutama di era perubahan iklim. Namun, masih banyak pengembang yang belum optimal mengalokasikan lahan untuk kolam retensi karena alasan komersial. Pemahaman tentang aliran air, lokasi yang tepat, serta integrasi kolam retensi dalam desain kawasan adalah kunci pengendalian banjir yang efektif sekaligus mendukung keberlanjutan lingkungan dan nilai ekonomi properti.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Infinix Hot 60 Pro, Gadget Anyar Siap Rilis 24 Juli
- 19 Juli 2025
2.
Jadwal Kapal Pelni Tarakan Parepare Juli 2025
- 19 Juli 2025
3.
Garuda Indonesia Layani Rute Jakarta Samarinda
- 19 Juli 2025
4.
Olahraga Ringan Bantu Jaga Tulang Belakang
- 19 Juli 2025
5.
6 Pasangan Artis Kakak Adik yang Jarang Terekspos
- 19 Juli 2025