Freeport Indonesia Capai Produksi Emas 11 Ton di Gresik

Freeport Indonesia Capai Produksi Emas 11 Ton di Gresik
Freeport Indonesia Capai Produksi Emas 11 Ton di Gresik

JAKARTA - Langkah industrialisasi hilir mineral nasional semakin menunjukkan hasil nyata. Salah satu buktinya adalah capaian PT Freeport Indonesia (PTFI) yang telah memproduksi 11 ton emas batangan melalui fasilitas pemurnian logam mulia (Precious Metal Refinery/PMR) yang berlokasi di kawasan industri strategis JIIPE, Gresik, Jawa Timur.

Direktur Utama PTFI, Tony Wenas, mengungkapkan pencapaian tersebut dalam forum Rapat Kerja Komisi XII DPR RI. Ia menyebutkan bahwa hingga pertengahan Juli, total produksi emas batangan dari fasilitas tersebut telah mencapai 11 ton, sementara produksi perak batangan tercatat sebanyak 6 ton.

"Hingga 14 Juli 2025, total produksi gold bar sebesar 11 ton dan produksi silver bar sebesar 6 ton," ujarnya dalam paparannya.

Baca Juga

Jadwal Kapal Pelni Tarakan Parepare Juli 2025

Fasilitas PMR PTFI mulai memproduksi emas batangan pada 30 Desember 2024, disusul produksi perak batangan yang dimulai pada 5 Juni 2025. Kehadiran fasilitas ini menjadi bagian dari proyek strategis perusahaan dalam mendukung pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri. Proyek tersebut mencakup pembangunan smelter tembaga baru dengan kapasitas 1,7 juta dmt per tahun, ekspansi PT Smelting Gresik sebesar 0,3 juta dmt per tahun, dan pengoperasian PMR dengan kapasitas 6.000 ton per tahun.

Dari sisi investasi, proyek besar ini memerlukan biaya akumulatif yang tidak kecil. Hingga Mei 2025, tercatat total dana yang telah digelontorkan mencapai sekitar USD 4,2 miliar. Angka tersebut mencerminkan skala dan kompleksitas proyek yang menjadi simbol transformasi industri mineral nasional.

Fasilitas pemurnian ini tidak hanya menghasilkan logam mulia seperti emas dan perak dalam bentuk batangan. Proyek ini juga menggunakan teknologi hydrometallurgy yang memungkinkan produksi katoda tembaga, PGM (Platinum Group Metals), serta berbagai produk samping lainnya seperti asam sulfat, terak, gipsum, dan timbal.

Namun, perjalanan proyek ini tidak selalu mulus. Pada Oktober 2024, fasilitas sempat mengalami gangguan serius akibat kebakaran yang terjadi di area Common Gas Cleaning Plant (CGCP) pada pabrik asam sulfat. Kendati demikian, upaya pemulihan dilakukan secara intensif, sehingga proses perbaikan, pengujian, dan commissioning dapat diselesaikan lebih cepat dari yang dijadwalkan. Hal ini memungkinkan dimulainya produksi smelter pada 20 Mei 2025, lebih awal satu bulan dari target awal.

Selain fokus pada produksi dan pengolahan logam, PTFI menunjukkan komitmen kuat terhadap pelestarian lingkungan. Komitmen tersebut terlihat dalam rencana reklamasi jangka menengah yang telah disusun sejak 2022 dan mendapat persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Rencana ini mencakup upaya reklamasi di wilayah tambang Grasberg serta kawasan pesisir, termasuk penanaman dan rehabilitasi mangrove.

Capaian pelaksanaan reklamasi dari 2022 hingga 2024 telah sesuai dengan target yang ditetapkan, dan pelaksanaannya selalu dievaluasi oleh pihak ESDM. Untuk memastikan keberlanjutan program ini, PTFI telah menempatkan dana reklamasi dalam bentuk bank garansi dengan nominal yang meningkat setiap tahunnya: USD 3.375.090 pada 2022, USD 6.546.694 pada 2023, USD 12.126.558 pada 2024, dan USD 7.241.994 pada 2025.

Tak berhenti di reklamasi, PTFI juga telah menyiapkan rencana pascatambang jangka panjang yang mencakup periode 2042 hingga 2060. Rencana ini telah mendapatkan persetujuan pemerintah melalui surat resmi pada 2 Juli 2019. Dalam pelaksanaannya, perusahaan menyatakan akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk menentukan apakah fasilitas yang ada akan dialihfungsikan untuk kepentingan masyarakat atau dibongkar apabila tidak lagi digunakan.

Pengelolaan limbah, termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), juga menjadi bagian penting dari tahapan pascatambang. PTFI akan menutup akses ke tambang bawah tanah dan tambang terbuka serta melakukan pemantauan kualitas lingkungan secara berkala. Tujuannya adalah memastikan standar lingkungan tercapai dan tidak terjadi dampak jangka panjang, seperti keluarnya air asam tambang.

Salah satu bagian penting dari rencana ini adalah upaya mempersiapkan lahan pascatambang agar memungkinkan terjadinya suksesi alami. Dalam konteks ini, PTFI telah mengalokasikan total dana sebesar USD 353.759.351 untuk seluruh kegiatan pascatambang hingga 2060.

“Sampai dengan tahun 2025, PTFI telah menempatkan dana jaminan pascatambang sebesar USD 90.297.074, sementara sisanya sebesar USD 263.462.277 akan ditempatkan secara bertahap hingga tahun 2039,” ungkap Tony Wenas.

Dengan capaian produksi emas dan perak dari fasilitas PMR serta kesiapan dana dan rencana reklamasi yang matang, PTFI menunjukkan bagaimana sektor pertambangan dapat dikelola dengan pendekatan teknologi, ekonomi, dan keberlanjutan yang seimbang. Strategi ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global logam mulia, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitar wilayah operasional.

Sindi

Sindi

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

HP OPPO Rp2 Jutaan, Speknya Ngebut

HP OPPO Rp2 Jutaan, Speknya Ngebut

Harga HP Xiaomi Juli 2025 Terbaru

Harga HP Xiaomi Juli 2025 Terbaru

Peran Pendidikan bagi Masa Depan

Peran Pendidikan bagi Masa Depan

Layanan Kesehatan Gratis Digelar di Bekasi

Layanan Kesehatan Gratis Digelar di Bekasi

7 Wisata Air Favorit di Malang Raya 2025

7 Wisata Air Favorit di Malang Raya 2025