Dokter Amira Bawa Harapan Baru Bagi Perempuan Timur

Dokter Amira Bawa Harapan Baru Bagi Perempuan Timur
Dokter Amira Bawa Harapan Baru Bagi Perempuan Timur

JAKARTA - Wilayah timur Indonesia, khususnya Papua Barat, masih menghadapi tantangan besar dalam pemerataan layanan kesehatan. Namun di tengah berbagai keterbatasan, hadir sosok dokter perempuan yang telah lebih dari satu dekade berkomitmen untuk memberi pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat, khususnya perempuan di Fakfak. Dialah dr. Amira Ali Abdat, satu-satunya dokter spesialis kebidanan dan kandungan di kabupaten tersebut.

Pengabdian panjang Amira menjadi inspirasi dan harapan bagi ribuan perempuan Fakfak yang membutuhkan akses pelayanan kesehatan. Dalam seminar nasional bertajuk “Menakar Kebutuhan dan Realitas: Seberapa Banyak Indonesia Membutuhkan Dokter yang Berkualitas?” yang digelar , dokter Amira membagikan kisah perjuangannya yang penuh dedikasi.

“Fenomena di lapangan lebih menyedihkan, kurang tepat rasanya, jika banyak rumah sakit diberikan segala fasilitas dan kemewahan terbaiknya. Sementara masyarakat kita di pinggiran bahkan pedalaman tidak mampu melalui akses yang sama,” kata Amira dalam forum tersebut.

Baca Juga

Kemenkes Kirim VAR Dukung Timor Leste Cegah Rabies

Ia menggambarkan ketimpangan besar antara fasilitas mewah yang tersedia di kota besar dan minimnya akses terhadap dokter di wilayah pinggiran. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa ia memutuskan untuk bertahan dan terus melayani di Fakfak sejak tahun 2013.

Fakfak, sebuah kabupaten dengan populasi sekitar 90 ribu jiwa, memiliki sekitar 30 ribu perempuan usia subur. Namun hingga tahun 2025, hanya ada satu dokter spesialis kandungan yang bertugas di sana dokter Amira sendiri.

“Selama saya mengabdi dari 2013 sampai 2025 sebelum saya melanjutkan pendidikan, SpOG-nya hanya satu. Itu sulit sekali mencari SpOG di sana, karena mungkin jauh jaraknya,” tuturnya.

Dedikasi Amira tidak hanya terlihat dari lamanya masa pengabdian, tetapi juga dari cara ia menghadapi keterbatasan infrastruktur dan logistik. Akses ke layanan kesehatan di Fakfak sangat terbatas, dan banyak warga pedalaman yang tidak dapat pergi sendiri ke fasilitas kesehatan. Kondisi ini membuat para tenaga kesehatan harus menjemput pasien secara langsung.

“Mereka sebetulnya bukan tidak ingin periksa kehamilan. Tapi jujur, butuh dana dan usaha yang luar biasa untuk menemukan pelayanan kesehatan yang optimal,” ungkap Amira.

Petugas medis tidak hanya menjemput, tapi juga harus meyakinkan dan membujuk ibu hamil agar bersedia menjalani pemeriksaan. Banyak dari mereka ragu atau bahkan takut untuk diperiksa, sehingga pendekatan persuasif menjadi bagian penting dari pekerjaan sehari-hari para tenaga medis di Fakfak.

Meski berbagai keterbatasan masih dirasakan, hasil dari pendekatan jemput bola ini sangat nyata. Sejak tahun 2020, angka tindakan operasi caesar (SC) di Fakfak menurun secara signifikan. Dari awalnya sekitar 70–80 tindakan SC per bulan, kini hanya sekitar 40 per bulan pada periode 2022 hingga 2024.

“Mungkin hanya itu sebuah langkah kecil yang dapat kami lakukan. Di sini terlihat dari data yang saya dapatkan selama saya bertugas di Fakfak, yang awalnya angka SC sangat tinggi di tahun 2020, itu bisa 70-80 SC per bulan. Di 3 tahun terakhir 2022–2024, angka SC 40 per bulan,” ujar Amira.

Tidak hanya menurunkan angka tindakan SC, strategi proaktif ini juga berdampak besar terhadap keselamatan ibu dan bayi. Di tahun 2024, tidak tercatat satu pun kematian akibat tindakan SC, suatu pencapaian yang sangat berarti di tengah berbagai keterbatasan.

“Bersama para bidan, para kader, kita datang ke rumahnya pasien. Kita pastikan pasien-pasien yang tidak memeriksa, kita ajak bersama mereka untuk ke Balai Desa yang sudah kita siapkan,” tambahnya.

Namun tantangan tetap ada. Jalan menuju rumah pasien sering kali sulit diakses, bahkan melewati jalur bekas longsor. Di beberapa daerah yang belum memiliki listrik, tenaga kesehatan harus membawa genset, solar, minyak, hingga bensin sendiri demi memastikan proses pemeriksaan seperti USG tetap bisa dilakukan.

“Di beberapa tempat tidak ada listrik, jadi harus bawa minyak, solar, sama bensin,” jelasnya.

Kisah dokter Amira menggambarkan wajah lain dari dunia kesehatan Indonesia bukan dari kemewahan fasilitas kota besar, melainkan dari ketulusan dan semangat pengabdian di daerah yang kerap terlupakan. Ia tidak hanya memberikan pelayanan medis, tetapi juga menghadirkan harapan dan keberanian bagi ribuan perempuan di ujung timur negeri ini.

“Saya selalu percaya bahwa sebuah bangsa yang berkualitas akan tampak dari bagaimana ia menyejahterakan reproduksi para perempuannya yang mampu melahirkan generasi yang sehat,” ujar dokter Amira menutup pernyataannya.

Perjuangan seperti yang dilakukan dokter Amira seharusnya menjadi inspirasi sekaligus dorongan untuk membuat kebijakan yang lebih berpihak kepada daerah terpencil. Sebab, kualitas kesehatan bangsa hanya bisa dicapai jika semua warga, dari kota besar hingga pelosok, mendapatkan layanan yang adil dan setara.

Sindi

Sindi

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

7 Tas Dior yang Mendominasi Fashion Mewah

7 Tas Dior yang Mendominasi Fashion Mewah

Pemerataan Pembinaan Pebasket Muda di Seluruh Indonesia

Pemerataan Pembinaan Pebasket Muda di Seluruh Indonesia

Pertandingan Voli yang Wajib Disaksikan Hari Ini, Sabtu, 26 Juli 2025

Pertandingan Voli yang Wajib Disaksikan Hari Ini, Sabtu, 26 Juli 2025

Whittaker Optimis Menang Lawan De Ridder UFC

Whittaker Optimis Menang Lawan De Ridder UFC

KUR Digital BRI Mudahkan Modal Usaha UMKM

KUR Digital BRI Mudahkan Modal Usaha UMKM