
JAKARTA - Pemerintah didesak untuk segera menyiapkan regulasi khusus terkait izin impor kendaraan balap dan suku cadang pendukungnya. Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI), Bambang Soesatyo atau yang akrab disapa Bamsoet, menegaskan bahwa ketiadaan aturan khusus untuk kendaraan balap justru menjadi penghambat utama perkembangan dunia otomotif, terutama dalam bidang olahraga balap nasional.
Permasalahan utama yang disoroti Bamsoet adalah tidak adanya mekanisme yang memadai dalam proses impor mobil balap, baik yang masih baru maupun dalam kondisi bekas. Padahal, kendaraan balap ini sepenuhnya digunakan di area sirkuit dan tidak memiliki fungsi komersial di jalan raya.
Namun sayangnya, kendaraan tersebut tetap dikenakan pajak dan bea masuk layaknya kendaraan umum yang digunakan secara komersial. Hal ini berdampak langsung pada tingginya biaya masuk kendaraan, menjadikannya tidak efisien bagi para pegiat olahraga balap.
Baca Juga
“Mobil balap seharga USD 150.000 bisa dikenai pajak dan biaya masuk lebih dari 100% di Indonesia,” ungkap Bamsoet dalam pernyataan resminya usai bertemu dengan Dirjen Bea Cukai, Letnan Jenderal TNI (Purn) Djaka Budhi Utama, di Jakarta, Kamis, 24 Juli 2025.
Ia menambahkan bahwa jenis kendaraan ini tidak bisa dimodifikasi untuk kebutuhan komersial, sehingga seharusnya tidak disamakan dengan kendaraan umum. Mobil-mobil balap hanya digunakan di dalam sirkuit dan semestinya mendapat perlakuan fiskal khusus.
Belajar dari Negara Lain: Solusi Terbukti Efektif
Bamsoet menyampaikan bahwa negara-negara seperti Jepang, Australia, dan sejumlah negara di Eropa telah lama memiliki kebijakan fiskal yang mendukung dunia balap. Di negara-negara tersebut, kendaraan balap dikenai pajak berdasarkan harga dasar kendaraan, bukan pada nilai tambah sebagai mobil balap. Artinya, negara tidak menambah beban biaya terhadap modifikasi teknis atau performa yang dibuat khusus untuk keperluan di sirkuit.
Selain itu, komponen-komponen pendukung seperti ban khusus, pelumas balap, dan suku cadang teknis lainnya juga mendapatkan pengecualian fiskal tertentu. Hal ini dinilai menjadi langkah penting dalam mendukung iklim olahraga otomotif agar lebih kompetitif.
“Kita terus menyamaratakan kendaraan balap dengan kendaraan umum, sehingga tertinggal,” tegas Bamsoet.
Baginya, Indonesia perlu segera membuat klasifikasi khusus terhadap kendaraan balap yang diimpor secara permanen. Ini bisa dilakukan dengan melibatkan verifikasi teknis langsung dari IMI, yang selama ini berperan sebagai otoritas olahraga otomotif di Indonesia.
Usulan Pengawasan dan Solusi Pengendalian
Bamsoet tidak menuntut kebijakan impor yang terbuka tanpa batas. Ia justru mendorong regulasi yang jelas dan ketat, namun adil dan sesuai dengan fungsi kendaraan tersebut. Salah satu solusi yang ia tawarkan adalah pengawasan impor kendaraan dan suku cadang balap melalui mekanisme gudang berikat atau skema BC 1.6. Di skema ini, IMI akan bertindak sebagai institusi penjamin sekaligus pihak yang melakukan verifikasi teknis untuk setiap barang yang masuk.
Langkah ini diyakini mampu mencegah terjadinya penyalahgunaan kendaraan balap untuk kepentingan lain, termasuk penggunaan di jalan umum atau disalahgunakan menjadi kendaraan komersial.
“Perlu klasifikasi khusus untuk impor permanen, dengan verifikasi teknis dari IMI sebagai otoritas,” lanjut Bamsoet.
Ia menambahkan bahwa IMI siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam melakukan seleksi dan pengawasan terhadap kendaraan dan perlengkapan balap yang diimpor secara resmi. Skema kerja sama seperti ini menurutnya penting agar tetap menjaga ketertiban dan keamanan, namun tetap memberi ruang untuk tumbuhnya industri otomotif nasional, khususnya di bidang olahraga.
Perlu Penyesuaian Regulasi yang Sudah Ada
Sebagai bagian dari langkah konkret, Bamsoet juga menyarankan agar beberapa regulasi yang saat ini berlaku ditinjau ulang dan direvisi sesuai dengan kebutuhan sektor olahraga. Ia menyoroti Permendag Nomor 127 Tahun 2015 tentang Impor Barang Modal Tidak Baru dan Permenperin Nomor 14 Tahun 2016 yang dianggap belum memberikan ruang terhadap kebutuhan kendaraan khusus seperti mobil balap.
Kedua aturan tersebut dinilai tidak mengakomodasi kondisi khusus yang diperlukan oleh komunitas dan industri balap nasional. Bamsoet menegaskan bahwa revisi terhadap aturan ini bukan untuk membuka peluang impor secara bebas tanpa kendali, melainkan membuka ruang bagi pelaku olahraga untuk mendapatkan akses yang wajar terhadap kendaraan dan perlengkapan yang dibutuhkan.
“Bukannya minta pintu terbuka lebar tanpa kontrol, tapi resmi dengan pengawasan ketat,” pungkasnya.
Kebijakan Proporsional untuk Dorong Prestasi Balap
Dorongan untuk regulasi impor kendaraan balap ini muncul dari kebutuhan nyata akan pertumbuhan prestasi olahraga otomotif nasional. Tanpa dukungan kebijakan yang tepat, pengembangan talenta, teknologi, dan kompetisi akan sulit diwujudkan.
Regulasi yang proporsional, pengawasan yang ketat, serta kolaborasi dengan organisasi seperti IMI menjadi jalan tengah yang bisa ditempuh. Dengan demikian, Indonesia tak hanya menjadi tuan rumah sirkuit-sirkuit internasional, tapi juga mampu mencetak prestasi dan kemandirian dalam dunia balap profesional.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Wisata Teluk Wondama Makin Siap Sambut Turis
- 24 Juli 2025
2.
BBM dari Kilang Baru Bisa Lebih Mahal
- 24 Juli 2025
3.
Energi dari Sampah, Solusi Jakarta Atasi Limbah
- 24 Juli 2025
4.
Rumah Murah di Sukamara Mulai Rp 142 Juta
- 24 Juli 2025
5.
Minyak Pertama dari Bumi Nusantara
- 24 Juli 2025