Kemenhut Dorong Nilai Tambah KTH Lewat Hilirisasi Produk

Kemenhut Dorong Nilai Tambah KTH Lewat Hilirisasi Produk
Kemenhut Dorong Nilai Tambah KTH Lewat Hilirisasi Produk

JAKARTA - Kelompok Tani Hutan (KTH) memiliki peran strategis tidak hanya dalam pengelolaan hutan, tetapi juga sebagai penggerak ekonomi lokal. 

Kementerian Kehutanan menekankan bahwa hilirisasi produk hutan dapat meningkatkan nilai tambah KTH, sekaligus memperkuat ekonomi nasional. 

Transformasi produk mentah menjadi barang jadi dinilai penting untuk menciptakan pendapatan lebih besar bagi masyarakat hutan, membuka lapangan kerja, dan memperkuat industri lokal.

Baca Juga

FLPP Terealisasi, Rumah Subsidi MBR Capai Hampir 200 Ribu

Pentingnya Hilirisasi Produk KTH

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kemenhut, Indra Explotasia, menyampaikan bahwa banyak KTH pemula masih menghadapi kendala karena minimnya hilirisasi. 

“Rotan dijual mentah, bukan barang jadi. Perlu ada hilirisasi untuk nilai tambah produk, dan hal ini dapat dilakukan dengan berbagai langkah kolaborasi,” ujar Indra.

Hilirisasi memungkinkan produk KTH memiliki daya saing lebih tinggi. Rotan, kayu, dan hasil hutan lain yang diolah menjadi produk jadi, misalnya mebel atau kerajinan, bisa menghasilkan nilai jual lebih besar. 

Dengan nilai tambah yang meningkat, KTH mendapatkan insentif ekonomi, kesejahteraan anggota lebih terjamin, dan masyarakat lokal mendapat manfaat dari peningkatan aktivitas ekonomi di sekitarnya.

Langkah ini juga mendukung konservasi hutan, karena KTH yang memiliki sumber pendapatan dari produk olahan cenderung menjaga kawasan hutan dari eksploitasi ilegal. Hilirisasi bukan sekadar strategi bisnis, tetapi juga bagian dari pengelolaan hutan berkelanjutan.

Kesenjangan Antara KTH dan Penyuluh

Indra menyoroti ketimpangan antara jumlah KTH dan penyuluh kehutanan. Saat ini, terdapat 27 ribu KTH di seluruh Indonesia, sedangkan jumlah penyuluh hanya 10 ribu orang. 

Kekurangan ini menjadi tantangan besar karena penyuluh merupakan ujung tombak dalam membimbing KTH untuk mengelola produk hutan dengan baik, meningkatkan kualitas, dan memasarkan hasil olahan.

“Ketika penyuluh mengajak masyarakat berhenti melakukan kegiatan ilegal dalam kawasan konservasi, harus ada alternatif usaha yang bisa menghasilkan pendapatan, sehingga dapat dinilai transaksi ekonominya,” tutur Indra. 

Artinya, keberhasilan penyuluh diukur dari kemampuan menciptakan nilai ekonomi bagi KTH, bukan sekadar pengawasan konservasi semata.

Pendekatan ini menekankan pentingnya integrasi ekonomi dengan konservasi, sehingga masyarakat tetap mendapat manfaat dari hutan sekaligus menjaga kelestariannya. KTH yang produktif dapat menjadi contoh model ekonomi berbasis sumber daya alam berkelanjutan.

Contoh Keberhasilan KTH di Sulawesi Tengah

Anggota Komisi IV DPR RI, Ellen Esther Pelealu, memberikan contoh keberhasilan KTH di beberapa provinsi. Provinsi Sulawesi Tengah berhasil mencatat nilai transaksi ekonomi KTH sebesar Rp20,07 miliar, melampaui target Rp18,5 miliar atau 110 persen.

“Capaian Rp20 miliar ini luar biasa dan harus menjadi motivasi untuk terus menggerakkan ekonomi masyarakat di bidang kehutanan,” ujar Ellen. 

Kesuksesan ini menunjukkan bahwa hilirisasi produk, didukung pendampingan penyuluh, mampu memberikan manfaat nyata bagi ekonomi lokal.

Model Sulawesi Tengah dapat direplikasi di provinsi lain. Pendekatan ini menekankan pelatihan KTH, akses pasar yang lebih luas, dan kolaborasi dengan pihak swasta serta pemerintah daerah. Dengan begitu, hilirisasi tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di tingkat regional.

Dukungan Anggaran Pemerintah

Pemerintah memberikan perhatian serius terhadap penguatan sektor kehutanan melalui peningkatan anggaran. Rencana APBN 2025–2026 untuk sektor kehutanan ditetapkan sebesar Rp6,39 triliun, meningkat 21,4 persen dibanding tahun sebelumnya.

Dukungan anggaran ini dialokasikan untuk berbagai program, termasuk Biaya Operasional Penyuluh (BOP) sebesar Rp15,7 miliar bagi 3.102 penyuluh kehutanan PNS, termasuk 303 CPNS dan 349 PPPK. Sarana dan prasarana pendukung seperti seragam, buku kerja, dan unit percontohan diperkirakan membutuhkan Rp7,35 miliar.

Investasi pemerintah ini penting agar penyuluh dapat memberikan pendampingan efektif, membimbing KTH melakukan hilirisasi, dan memastikan produk hutan memiliki nilai tambah. Dengan dukungan anggaran yang memadai, pengembangan KTH dapat berjalan optimal dan memberikan dampak ekonomi yang luas.

Hilirisasi sebagai Strategi Pemberdayaan Ekonomi

Kemenhut menekankan bahwa hilirisasi produk KTH merupakan strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat hutan. Produk yang sebelumnya dijual mentah, seperti rotan atau kayu, dapat diolah menjadi produk jadi yang memiliki nilai jual lebih tinggi, seperti mebel, kerajinan tangan, dan peralatan rumah tangga.

Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan pendapatan KTH, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan memicu pertumbuhan industri lokal berbasis hutan. 

Dengan hilirisasi, produk hutan menjadi lebih kompetitif di pasar nasional maupun internasional, sehingga menciptakan efek ekonomi berantai bagi masyarakat.

Selain aspek ekonomi, hilirisasi membantu melestarikan hutan. KTH yang memiliki pendapatan dari produk olahan cenderung menjaga kawasan hutan agar tetap produktif dan berkelanjutan. Strategi ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dan konservasi hutan dapat berjalan beriringan.

Kolaborasi dan Sinergi Penting

Indra menekankan pentingnya kolaborasi antara KTH, penyuluh, pemerintah daerah, dan sektor swasta. Sinergi ini memungkinkan KTH mengakses teknologi, pelatihan, dan pasar lebih luas. Produk olahan KTH tidak hanya memiliki nilai tambah, tetapi juga dapat dipasarkan lebih efektif, baik di pasar domestik maupun internasional.

Kolaborasi juga membantu menyelesaikan kendala jumlah penyuluh yang terbatas. Dengan dukungan pihak swasta dan pemerintah daerah, KTH dapat memperoleh pendampingan lebih intensif, akses modal, dan fasilitas produksi yang lebih baik. Sinergi ini menjadi kunci keberhasilan hilirisasi sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat hutan.

Tantangan dan Peluang Kedepan

Meski banyak KTH telah berhasil, sejumlah tantangan tetap ada, seperti keterbatasan jumlah penyuluh, akses teknologi, dan sarana pemasaran produk hilir. 

Pemerintah bersama KTH perlu menyediakan pelatihan berkelanjutan, akses pasar, dan dukungan finansial agar produk KTH mampu bersaing secara nasional maupun internasional.

Dengan strategi hilirisasi yang tepat, KTH berpotensi memperkuat ekonomi lokal, mendukung konservasi hutan, dan memberikan kontribusi nyata bagi ekonomi nasional. 

Program ini menunjukkan bahwa pengelolaan hutan dan pemberdayaan masyarakat dapat berjalan seiring untuk mencapai kesejahteraan berkelanjutan.

Hilirisasi produk KTH menjadi tonggak penting dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat hutan. Dengan dukungan pemerintah, penyuluh, dan kolaborasi lintas sektor, KTH mampu mengubah produk mentah menjadi barang bernilai tinggi, meningkatkan pendapatan, dan mendukung konservasi hutan. 

Strategi ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan dapat berjalan beriringan demi masa depan hutan dan kesejahteraan masyarakat.

Sindi

Sindi

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Kemenhut Dorong Nilai Tambah KTH Lewat Hilirisasi Produk

Kemenhut Dorong Nilai Tambah KTH Lewat Hilirisasi Produk

SGU Dorong Transformasi Digital Pariwisata Lewat World Tourism Day 2025

SGU Dorong Transformasi Digital Pariwisata Lewat World Tourism Day 2025

Strategi Kemnaker Cetak Tenaga Kerja Produktif Masa Depan

Strategi Kemnaker Cetak Tenaga Kerja Produktif Masa Depan

Kadin Dukung Master Plan Produktivitas Nasional 2025-2029

Kadin Dukung Master Plan Produktivitas Nasional 2025-2029

Indonesia Kembangkan Institut Garam Nasional untuk Swasembada

Indonesia Kembangkan Institut Garam Nasional untuk Swasembada